Dan juga
untuk sahabat-sahabat nabi (sholawat semoga juga tercurahkan kepada mereka).
Siapa sahabat itu? Orang yang pernah berjumpa dengan Nabi ﷺ dan beriman kepada Nabi ﷺ setelah Nabi ﷺ diutus
menjadi Rasul. Walaupun sebelum Rasulullah ﷺ mendapat perintah/mandat
menyampaikan dakwah (sebagai contoh
walaupun seseorang itu setelah beriman belum sempat sholat, puasa dsb kerena
perintah belum turun lalu setelah itu meninggal), walaupun dalam keadaan gelap
gulita, atau orang yang buta ketika dia beriman maka dianggap sahabat. Walaupun
tidak mengerti/melihat, atau belum tamyiz (masih kecil, namun ada kategori
penerimaan hadist dari sahabat yang masih belum tamyiz, nilainya akan berbeda).
Walaupun dia tidak bergaul dengan Nabi ﷺ, tapi dia beriman, maka orang ini
dianggap Sahabat. Walaupun dia melihat Nabi ﷺ dari jauh tidak mendekat, atau
melihat dengan sekejap, namun dia
beriman kepada Nabi ﷺ, maka dianggap sahabat. Yaitu ketika Nabi ﷺ masih hidup.
Sehingga ada awliya atau orang yang bermimpi atau secara jaga dan bertemu Nabi ﷺ,
maka tidak dianggap sahabat.
Berbeda
dengan Tabi’in, definisinya adalah orang-orang yang syaratnya harus bergaul dan sering
berkumpul dengan sahabat. (jadi bila
seorang yang pernah bertemu dengan sahabat sekali dua dan tidak pernah
berkumpul/bergaul dengan sahabat maka dianggap bukan tabi’in) Ini juga menurut
ulama Ushul dan Fuqoha. Dan tidak cukup hanya bertemu, harus bergaul lama
secara continue (ngaji ) dengan para Sahabat. Berbeda dengan perjumpaan seorang
dengan Nabi ﷺ, walaupun hanya bertemu sekali maka dianggap sahabat. Karena berkumpul
dengan Nabi ﷺ akan punya pengaruh cahaya dalam hati yang melebihi pengaruh
cahaya ketika berkumpul dengan Sahabat R.A walaupun dalam waktu yang lebih
lama. (Begitu juga pengaruh yang didapat bertemu murid seorang Ulama atau
bertemu dengan Ulama tersebut secara langsung. Pengaruh cahayanya bekasnya
berbeda.)
Menurut
Imam Ahmad Suhaimi, Tabiin yang berjumpa dengan Sahabat walaupun sebentar,
walaupun tidak mendengar/mendapat Riwayat dari mereka.
Kemudian mengenai khulafa raasyidin, memiliki urutan keutamaannya berdasarkan kekhalifaannya berdasarkan Ahlus sunnah wal jamaah yaitu Abu Bakr R.A (nama aslinya Abdullah bin Abu Quhafa), Umar R.A, Utsman R.A, dan Ali R.A. (Sedangkan menurut keutamaan Ilmu maka Sayyidina Ali yang paling Afdhol). Berdasarkan dalil hadist dari Ibnu Umar RA ; Kami pernah berbincang2 sedangkan Rasulullah ﷺ mendengarkan perbincangan tersebut : “ Sebaik-baik ummat ini setelah Rasulullah ﷺ adalah Abu Bakr, Umar, Utsman dan Ali, dan Nabi ﷺ tidak berkomentar/mengkritisi perbincangan tsb.
Notes :
Namun bukan
berarti sahabat yang lain tidak ada yang mendapat jaminan masuk surga. Karena
seperti sahabat Bilal, Ammar bin Yassir dan keluarganya R.A, dst dapat jaminan
masuk surga melalui hadist yang lain. Sedangkan 10 orang yang disebutkan di
atas jaminan masuk surga dalam satu hadist yang sama. Tholhah bin Ubaidillah
R.A adalah suami dari Su’da binti Auf yaitu saudari dari Abdurahman bin Auf.
Yaitu salah satu Sahabat yang diuji dengan rezeki yang datang melimpah tanpa
henti. Beliau R.A setiap kali menerima rezki maka kebiaasannya langsung diinfaq
kan ke jalan Allah (disedekah kan kepada orang lain). Namun tidak berapa lama
dia akan menerima kembali rezeki yang lebih berlimpah, sampai dia bingung dan
khawatir akan bagaimana mempertanggung jawabkan harta tersebut nanti di
akhirat. Begitu juga dengan sahabat Abdullah bin Umar R.A juga adalah orang
kaya raya. Yang berkali-kali melaksanakan ibadah haji yang selalu menafkahkan
ribuan unta dalam setiap hajinya.
Sayyidina
Hasan bin Ali R.A adalah pelanjut kekhilafaan setelah Sayyidina Ali R.A. Yang
menobatkan Sayyidina Hasan bin Ali R.A adalah pendukung Sayyidina Ali R.A namun
tidak didukung oleh kelompok yang lain. Demi menjaga umat dari pertumpahan
darah maka beliau menyerahkan kekhalifaan kepada Sayyidina Umayyah bin Abi
Sufyan R.A. Walaupun ulama ahlus sunnah melegitimasi keabsahan kekhalifaan
sayyidina Hasan R.A, namun tidak ada nash yang bisa menjadi dalil beliau
sebagai sebagai salah satu khulafa rasyidah.
Membaca Al
Quran di kuburan, bukan hanya akan mencucurkan rahmat bagi ahli kubur, namun
karena melimpahnya rahmat Allah SWT berkat pembacaan Al Quran tsb, maka doa doa
biasanya mudah terijabah. Oleh karena itu sangat dianjurkan untuk membaca Al
Quran di kuburan lalu berdoa setelahnya, insya Allah mustajabah.
(Abdur Rahman bin Sakhr= Abu Hurairah)
Dukhan, 14 September 2021
Ditulis oleh M. Raflin Hambali
Komentar
Posting Komentar